Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya (JTEUB) adalah salah satu jurusan yang dulunya terkenal angker, bukan karena ada cerita mistis ataupun cerita horor, melainkan sulitnya mendapatkan nilai yang cukup bagus. Sulit, bahkan yang tersulit dari semua jurusan yang ada di Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (FTUB).
Sebagai seorang mahasiswa baru (maba) FTUB yang masih terpaku pada urusan Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (ospek), awalnya tidak terlihat bahwa JTEUB adalah sebuah jurusan yang angker, karena maba akan melihat keangkeran tiap-tiap jurusan dari ketegasan atau bahkan "keberingasan" panitia ospek masing-masing. Untuk urusan yang satu ini tidak dapat dipungkiri bahwa Jurusan Teknik Mesin terlihat paling sangar.
Eh, tapi ospek jaman sekarang kurang "angker" juga sih. Terutama setelah ospek jamannya angkatan 2009. Walaupun ospek jurusan Teknik, tapi kini terkesan lebih lembek daripada dulu kala. Ya bukan perununan juga sebenarnya, karena ospek yang terlalu "angker" sebenarnya kurang cocok untuk jaman sekarang. Kalau ingin merasakan sesuatu yang terkesan angker, bisa mengajukan usul agar diadakan wajib militer di Indonesia. Sepertinya keren kalau diterapkan! Hahahahaha.
Back to the topic, dari mana saya bisa menyimpulkan bahwa JTEUB adalah jurusan terangker ? Yang paling simpel adalah dari hasil obrolan dengan sesama mahasiswa Teknik lainnya jurusan non Elektro. Bisa juga dengan cukup mendengarkan obrolan mahasiswa lain saat nongkrong di kantin pada masa-masa pengumuman nilai akhir mata kuliah.
Ok, mau buktinya ? Buat kalian yang sudah kuliah terutama yang kuliah di UB, apa yang kalian rasakan ketika mendapatkan nilai C ? Untuk mahasiswa jurusan non Elektro saya yakin pasti kalian akan menyesal mendapatkan nilai segitu. Akan tetapi untuk mahasiswa JTEUB, nilai C adalah sebuah anugerah tersendiri, apalagi untuk mata kuliah tertentu yang tentunya dengan dosen "spesial" yang sulit untuk ditaklukkan.
Sebagai ilustrasi saya buatkan rage comic sebagai berikut.
Jangankan nilai C, nilai D atau D+ saja sudah bersyukur, setidaknya mengangkat IP Semester biar tidak jelek-jelek amat. Dan tahukah kamu, saking susahnya mendapatkan nilai bagus, nilai D/D+ dianggap lulus di JTEUB asalkan tidak melebihi 10% dari total SKS yang diambil. Rata-rata total SKS untuk syarat kelulusan sekitar 140-150 SKS, sehingga total nilai D/D+ yang bisa didapat adalah 14/15 SKS.
So, apa penyebabnya ? Jawabannya adalah faktor dosen. Mungkin kalian biasa menyebutnya sebagai dosen "killer". Parahnya populasi dosen killer ini sekitar 50% dari dosen pengampu mata kuliah dasar. Dampaknya, IP kalian di semester-semester awal jeblok dan cukup susah untuk memperbaikinya. Untungnya dulu (saya angkatan 2008), nilai E tetap bisa membuat kita menempuh mata kuliah lanjutan. Jadi misalnya saja kita mendapatkan nilai E untuk Kalkulus I, kita tetap akan bisa mengambil Kalkulus II di semester selanjutnya.
Faktor luck. Itulah salah satu kunci sukses di JTEUB, karena menghindari dosen killer berarti mempermudah jalan kita untuk segera lulus. Beberapa kelas yang cukup saya kesan adalah beberapa berikut :
- Rangkaian Elektrik I -
Minimal 60% mahasiswa mendapatkan nilai E/D/D+. Sisanya mayoritas C/C+, dan 2-3 orang mendapatkan B/B+/A.
- Matematika Teknik I -
Setidaknya 80% rata mendapatkan E/D/D+ dan sisanya C serta 1-2 orang mendapatkan C+.
- Mikroprosesor -
99% mendapatkan C/C+ dan 1 orang yang merupakan sahabat saya mendapatkan nilai B.
Contoh di atas merupakan beberapa kelas yang saya ikuti saja, keakuratan data sekitar 80% sesuai dengan ingatan saya. Masih banyak sebenarnya, cuma entah kenapa cuma kelas-kelas itu saja yang saya ingat (untuk kelas dosen killer). Mungkin Anda bertanya-tanya dalam hati, apakah saya dan teman-teman saya begitu bodohnya sehingga mendapatkan nilai-nilai beken tersebut ? Mari kita bahas.
Rata-rata standar penilaian para dosen killer tersebut adalah menggunakan nilai kuis dan UAS saja ( ditambah UTS jika ada). Tugas mungkin ada beberapa yang menggunakan, tetapi hanya mempengaruhi 10% dari nilai akhir. Tidak terlalu menolong bukan ? Tapi okelah bisa dijadikan sebagai sarana belajar. Presensi ? Tidak menambah nilai sama sekali, tetapi digunakan sebagai syarat agar bisa mengikuti UAS, dimana presensi minimal harus 80%. Jadi walaupun kamu masuk 100% tetapi tetap mendapatkan nilai E jangan kaget.
Kalau dijadikan rumus anggaplah lebih kurang sebagai berikut :
Nilai Akhir = 40% rata-rata kuis + 10% tugas + 50% UAS
Haha, bisa dilihat betapa seramnya bukan. Anggap saja kuis dan tugas rata-rata 75 (saya ambil dari nilai minimal waktu saya SMA), maka nilai akhir kalian masih 37,5. Butuh 7,5 atau nilai 15 dalam UAS agar kalian minimal bisa mendapatkan nilai D. Terlihat mudah ? Eits, tunggu dulu.
Penilaian kuis dan UAS di sini hampir tiada ampun untuk kesalahan sedikitpun. Jadi misalkan kita mengerjakan sebuah soal, kemudian 75% awal kita lancar dan benar tanpa kendala, tetapi di 25% terakhir buntu dan akhirnya mendapatkan jawaban salah maka kita akan mendapatkan nilai 0. Dengan kata lain 75% yang kamu kerjakan di awal serasa tidak ada artinya. Ada yang "sedikit" berbaik hati, tetapi itupun "sangat sedikit", terasa tidak ada bedanya.
Saya pernah bertanya kepada salah satu dosen dan beliau menjawab bahwa ini adalah ilmu eksak, salah sedikit maka fatal hasilnya jika diterapkan di dunia nyata. Saya lupa beliau mencontohkan apa, sebenarnya sedikit ingat tetapi lupa detailnya. Mungkin saya beri ilustrasi menurut saya sendiri saja.
Misalnya saja kita membuat suatu benda, kita ambil contoh kipas angin. Sudah kita bikin sedemikian rupa hingga sudah berbentuk lengkap dengan semua komponennya. Eh, setelah dicoba ternyata kipas anginnya tidak bisa berputar. Apakah berguna dan ada yang mau membeli ? Tentu tidak bukan, mungkin bisa diloakkan dengan harga yang murah tentunya. Kira-kira seperti itu ilustrasi bagaimana para dosen killer memberikan nilai.
Tentunya ini merupakan sebuah neraka untuk mereka yang tidak bisa perfect 100% sesuai kehendak dosen, termasuk saya yang pernah merasakan. Inilah yang menyebabkan bertebarannya nilai E di JTEUB. Menganggap enteng karena ada harapan di Semester Pendek (SP) ? Woaaa, tunggu dulu Bung. Walaupun mengambil SP, masih ada kemungkinan bertemu kembali dengan dosen-dosen tersebut. Ada memang beberapa dosen "asing" yang mengajar bukan mata kuliah spesialisasi mereka di SP (bukan kategori killer tentunya), tetapi tentu saja kita butuh "faktor luck" untuk mendapatkan kelas yang diajar dosen-dosen tersebut dan menghindari dosen killer.
Kini perlahan-lahan jumlah dosen-dosen killer tersebut mulai berkurang. Beberapa penyebabnya adalah meninggal dunia, sudah memasuki masa pensiun, dan ada juga yang beralih menjadi dosen non killer. Masuknya dosen-dosen muda pengganti yang beberapa juga merupakan alumni TEUB juga menerapkan sistem penilaian yang berbeda dari dosen-dosen killer tersebut. Mungkin rumus penilaiannya tetap sama seperti rumus yang saya tulis di atas, tetapi tidak terlalu sadis dalam pemberian nilai.
Sebelumnya untuk 2 semester awal yang masih menggunakan sistem paket 40 SKS, tidak ada yang mendapatkan IPK 4,00. Tetapi, sekitar angkatan 2012-2014 (entah mana yang pertama, saya lupa) ada yang mendapatkan IPK 4,00 dan tidak hanya satu anak. Haha, serasa tidak adil untuk angkatan yang lama. Ditambah lagi kini JTEUB sudah mendapatkan akreditasi A. So, let's move on teman-teman angkatan lama and be happy adik-adik angkatan baru :)
Sumber Gambar :
- Gambar Gedung B JTEUB -
http://elektro.ub.ac.id/blog/wp-unggah/2012/10/Gedung-Teknik-Elektro-B-dibangun-1985.jpg
- Gambar Kipas Angin -
https://servisperalatanelektronik.files.wordpress.com/2010/08/kipas-angin.jpg